AHLU AL-DZIMMAH ;

Oleh: Haris Muslim
Suatu ketika amirul mukminin Umar bin Khattab melihat seorang kakek Yahudi sedang meminta-minta. Kemudian Umar bertanya tentang sebab ia meminta-minta, sang kakek menjawab bahwa ketuaan dan uzur yang membuatnya tidak mampu lagi mencari rezeki. Dengan serta merta Umar membawa Si kakek tersebut ke baitul mâl dan menganggarkan untuknya kebutuhan pokok untuk tiap bulan. Kemudian Umar berkata : "Haram hukumnya kita memungut jizyah ketika ia muda, kemudian kita terlantarkan ketika ia tua"
Pernah seorang Kristen Koptik mengadu kepada khalifah Umar bin Khattab karena anaknya dipukul dengan cambuk oleh anak Amr bin 'Ash -wali Mesir pada saat itu- seraya berkata: “Saya anak orang terhormat!” Umar memanggil Amr bin Ash dan anaknya kemudian memberikan cambuk kepada anak orang koptik tadi dan berkata: “Pukullah anak orang terhormat itu!” setelah ia memukul anaknya Amr bin 'Ash, kemudian Umar berkata kepada Amr dengan perkataannya yang sangat populer: "Wahai Amr ! Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka ?!"
Dua peristiwa diatas adalah sebagian kecil dari "mawâqif Islamiyyah" yang mengilustrasikan bagaimana Islam memperlakukan minoritas non muslim dengan terhormat dan manusiawi. Tidak ada kamusnya orang non muslim tertindas atau terintimidasi dibawah naungan sistem Islami. Sejarah membuktikan mereka hidup aman, tentram, dan damai.
Dalam masyarakat Islami, kaum minoritas non muslim biasa disebut dengan istilah ahlu al-dzimmah atau Dzimmiyyûn. Secara bahasa Dzimmah berarti: al-'ahdu, al-aman, al kafâlah; perjanjian, keamanan dan jaminan. Seperti sabda Nabi Saw.: "Al-Muslimuna tatakâfa' dima-uhum wa yas'a bi dzimmatihim adnahum". (al-Mu'jam al-Wasith: 315) Makna lughawi ini cukup menggambarkan status kaum minoritas, yang secara istilah berarti : "Suatu kaum yang mengadakan perjanjian untuk mendapatkan keamanan dan perlindungan terhadap harta, agama dan kehormatannya" Karenanya, mereka disebut juga dengan istilah mu'ahid (yang mengadakan perjanjian damai). Status mereka kalau sekarang, menurut Dr. Yusuf Qardawi sama dengan orang yang mendapat jinsiyyah (kewarganegaraan) dari suatu Negara. Sehingga dengan demikian mereka layak mendapatkan hak dan mempunyai kewajiban sebagai warga Negara.
Hak Ahlu Dzimmah
Pada intinya, ahlu dzimmah mempunyai hak yang sama dengan kaum muslimin pada umumnya. Kecuali pada hal-hal tertentu. Diantara hak yang mereka dapatkan adalah:
1. Hak perlindungan:
Keamanan dan keselamatan kaum dzimmi sepenuhnya dilindungi oleh Islam. Perlindungan yang mereka dapatkan pun menyeluruh. Baik itu dari serangan luar, Ibnu Hazm mengatakan : "Jika ada kaum kafir harbi menyerang kaum dzimmi, maka kita wajib membela mereka dengan senjata". Atau penganiayaan dari dalam, sabda Rasul Saw.: "Barang siapa yang mendzalimi kaum mu'ahid (dzimmi) atau mengurangi hak mereka, atau membebani mereka melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari mereka dengan cara yang tidak baik, maka akulah musuhnya pada hari kiamat" HR. Abu Daud dan Baihaqi.
Mencakup pula perlindungan terhadap jiwa, harta dan kehormatan. Jiwa mereka terlindungi, sehingga para ulama sepakat bahwa membunuh kaum dzimmi adalah termasuk dosa besar. Sabda Nabi Saw.: "Barang siapa yang membunuh mu'ahid (dzimmi), maka ia tidak akan mencium wanginya surga".—meskipun mereka berselisih tentang wajibnya qishah bagi orang muslim jika membunuh orang dzimmi--. Harta mereka harus terjaga, Ali bin Abi Thalib pernah berkata: "Sesungguhnya mereka membayar jizyah adalah agar darah mereka seperti darah kita, dan harta mereka seperti harta kita". Demikian juga dengan kehormatan mereka. Islam menjaga harga diri mereka sebagaimana menjaga harga diri kaum muslimin.
2. Jaminan Hari Tua
Akad Dzimmah adalah akad abadi, bukan temporal. Sekali perjanjian dibuat, maka ia berlaku selamanya. Karena itu, meskipun mereka sudah masuk usia lanjut, akan tetap mendapat jaminan dan tunjangan kemanusiaan. Ini bisa tergambar dari sikap Umar bin Khattab terhadap seorang kakek Yahudi seperti dijelaskan diatas. Demikian juga dalam perjanjian dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid dengan penduduk Nashrani
3. Kebebasan Beragama
Kebebasan pertama dan utama yang diberikan oleh Islam adalah kebebasan untuk berkeyakinan. Orang dzimmi tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam, mereka bebas menjalankan agama, mazhab dan keyakinannya. Islam punya prinsip dan kaidah
4. Kebebasan bekerja
Kaum Dzimmi bebas melakukan segala bentuk aktifitas dan pekerjaannya dibawah naungan Islam. Mereka bebas untuk bekerja, melakukan kegiatan perdagangan dan segala bentuk kegiatan perekonomian lainnya. Tidak terbatas, kecuali pada akad-akad tertentu seperti riba, khamr, babi dan sebagainya. Kecuali jika itu dilakukan hanya untuk kalangan mereka sendiri secara tertutup. Mereka juga mempunyai hak untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan Islami. Kecuali jabatan-jabatan strategis seperti panglima perang, dan hakim (qhadi).
Kewajiban Ahlu Dzimmah
1. Membayar Jizyah dan Kharraj
Jizyah adalah semacam pajak tahunan yang diambil dari harta mereka. Ia wajib bagi orang dewasa yang mampu secara materil. Adapun yang tidak mampu, dibebaskan dari kewajiban ini. Jumlahnya tidak ditentukan, tergantung kebijakan imam. Yang jelas, jizyah hanyalah sebagian kecil dari harta mereka. Landasan diwajibkannya Jizyah adalah QS. At- Taubah : 29.
Adapun Kharraj adalah semacam pajak yang diambil atas kepemilikan tanah. Jika suatu daulah jatuh ketangan kaum muslimin, kemudian mereka mengadakan perjanjian (mu'ahadah), maka tanahnya tetap milik mereka, akan tetapi mereka wajib mengeluarkan kharraj. Jumlahnya sama tidak ditentukan, tergantung kebijakan imam.
Kewajiban membayar jizyah kerap disalah pahami, ia sering dianggap sebagai kesewenang-wenangan orang Islam terhadap non muslim. Padahal, jizyah diwajibkan sebagai imbalan dari jaminan keamanan bagi mereka. Sebagai pengganti dari kewajiban jihad terhadap kaum muslimin. Dan jika ternyata kaum muslimin sudah tidak bisa menjamin keamanan mereka, maka kewajiban membayar jizyah menjadi gugur. Jizyah sebagai pengganti kewajiban zakat terhadap kaum muslimin. Pendeknya, tidak ada diskriminasi.
2. Tunduk pada perundang-undangan Islam dalam urusan kemasyrakatan (mu'amalah madaniyyah)
Mereka tidak wajib mengikuti hukum Islam yang berkaitan dengan masalah ta'abbudi seperti shalat, dan zakat. Akan tetapi dalam amal-amal yang berkaitan dengan interaksi sosial, maka mereka wajib mengikuti aturan main Islam. Barang siapa yang mencuri, merampok, zina, menuduh zina dan segala bentuk tindak kriminal lainnya, maka mereka diberi sanksi sebagaimana sanksi yang ditimpakan kepada kaum muslimin. Demikian juga dalam mu'amalah maliyyah, mereka tidak diperkenankan mempraktekan riba dan segala bentuk akad yang diharamkan oleh Islam.
3. Menghormati syiar Islam dan menjaga perasaan kaum muslimin
Hendaklah mereka tidak menyakiti perasaan kaum muslimin dengan mencaci Allah, Rasul, al-Qur'an, dan muqaddasat lainnya. Hendaklah mereka juga menghargai peribadatan kaum muslimin, seperti tidak makan secara terang-terangan disiang hari ketika kaum muslimin sedang shaum, tidak mengganggu kaum muslimin ketika shalat dan sebagainya.
Demikianlah sekelumit tentang kedudukan, hak dan kewajiban ahlu dzimmah. Lebih panjang lebarnya bisa dibuka dalam ghairul muslimin fi al mujtama' al Islami-nya Qardhawi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah-nya Mawardi atau di kitab-kitab fikih. Semuanya menegaskan betapa Islam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan, tidak diskriminatif. Non muslim yang hidup dinegara Islam tidak dipandang sebagai warga kelas dua.
Dan jika sekarang sulit mencari sistem negara yang Islami, akan tetapi solidaritas dan toleransi ummat Islam sudah benar-benar teruji. Bukti konkritnya, dinegara manapun yang kaum musliminnya adalah mayoritas, jarang sekali –untuk tidak dikatakan tidak- ada non muslim yang terintimidasi. Sebaliknya, justru kita sering menyaksikan orang Islam hidup tertindas manakala mereka berstatus sebagai minoritas. Allahumma a'izzil Islama wal muslimin
<< Home